Judul Buku: Botchan
Penulis: Natsume Soseki
Pengantar: Alan Turney
Penerjemah: Indah Santi Pratidina
Halaman: 224
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama
Terbit: Februari 2009
ISBN: 978-979-2244-17-5
"Penampilan dan tingkah lakuku mungkin memang tidak terpoles dan cara bicaraku tidak elegan, tapi aku yakin dalam hati, aku manusia yang lebih baik daripada mereka."
Demikianlah
salah satu kutipan dalam Botchan—sebuah kejujuran yang diungkapkan
dengan sarkasme oleh seorang laki-laki yang menjadi guru di sebuah kota terpencil di Jepang,
ketika ia merasa frustasi akan kepura-puraan yang disaksikannya.
***
“Botchan”
diartikan sebagai “tuan muda”, merupakan panggilan yang sopan untuk anak
laki-laki. Dalam novel ini, tokoh Botchan diceritakan sebagai laki-laki yang
memiliki masa kecil yang kurang menyenangkan. Karena sikapnya yang selalu
ceroboh dan terus terang, Botchan tidak terlalu disukai oleh orang-orang di
sekelilingnya, termasuk kedua orang tuanya. Botchan dinilai selalu membuat
masalah dan tidak tahu cara bersikap yang benar. Hanya ada satu orang yang
menunjukkan kasih sayang kepadanya, yaitu Kiyo, yang menjadi pelayan
keluarganya. Kiyo berpendapat bahwa Botchan adalah anak laki-laki yang berjiwa
baik, karena sikapnya yang selalu terus terang dan jujur. Kiyo bahkan
menunjukkan kasih sayang yang berlebihan kepada Botchan, dan memiliki impian
untuk tinggal bersama Botchan suatu saat nanti. Terbukti, Kiyo bersedia tinggal
bersama Botchan dan melayani tanpa digaji, ketika Botchan menjadi yatim piatu
dan hanya memiliki warisan yang sangat sedikit. Botchan menggunakan bagian
warisannya untuk melanjutkan sekolah.
Setelah
lulus dari Universitas Ilmu Fisika di Tokyo, Botchan mendapatkan tawaran untuk
menjadi guru matematika di sebuah daerah terpencil bernama Matsuyama,
Shikoku. Dengan harapan mendapatkan pengalaman
baru, Botchan meninggalkan Tokyo
dan Kiyo yang berat hati melepaskannya pergi. Akan tetapi ternyata keadaan di Matsuyama tidak seperti
yang dibayangkannya. Di sinilah ceritanya terpusat…
Botchan
merasa terkejut melihat perilaku orang-orang di Matsuyama. Botchan melihat bahwa para siswa
terlalu nakal, dan rekan-rekannya sesama guru pun bertingkah “aneh”, sehingga
menimbulkan rasa tidak suka dalam hatinya. Hanya pada satu orang Botchan merasa
cocok, yaitu pada Hotta, rekan sesama guru yang juga mengajar matematika.
Berbagai
kejadian yeng mengesalkan Botchan terjadi. Ia dijahili oleh para muridnya
karena dianggap aneh dan kaku; salah satu guru yang bernama Koga tiba-tiba
dipindahkan tanpa alasan yang jelas; kenakalan murid-murid dimaklumi oleh para
guru; hingga kepada tuduhan bahwa Botchan dan Hotta menjadi dalang dari tawuran
yang terjadi antara siswa sekolah mereka dengan siswa sekolah lain. Botchan
yang lugu menjadi bingung. Ia tidak mengerti siapa yang harus ia percayai.
Kegilaan
berlanjut, ketika Botchan mendapat berita Hotta diminta untuk mengundurkan
diri, tetapi hal yang sama tidak diminta dari Botchan. Merasa bahwa keputusan
sekolah tidak adil, Botchan mengajukan surat
pengunduran dirinya. Namun permohonannya ditolak, dengan alasan tidak ada lagi
guru yang mengajar matematika kalau Botchan pergi dari sekolah.
Kebingungan
semakin meliputi Botchan. Ia merasa gila dengan banyaknya kejadian yang baginya
tidak masuk akal. Satu per satu kejadian ia runutkan, mencoba mencari
penjelasan atas semua kebingungannya. Ia bersama dengan Hotta memikirkan apa
teori yang paling masuk akal. Mereka berdua pun menyusun rencana pembalasan
dendam…
***
Botchan
merupakan salah satu karya klasik yang paling banyak dibaca di Jepang. Meskipun
alurnya datar dan nyaris tanpa klimaks, tapi kejujuran yang diungkapkan di
dalamnya patut diacungi jempol. Sementara orang-orang sibuk beradaptasi dengan
cara berperilaku seperti lingkungannya, Botchan menunjukkan bahwa
sudah semestinya karakter dan kejujuran dipertahankan bagaimanapun sulitnya
lingkungan tempatmu berada. Terkesan naïf, memang. Tapi di situlah letak
kekuatan Botchan.
Botchan
menolak untuk menggadaikan prinsipnya, sekalipun ia berada dalam posisi
“kehilangan kehormatan”. Natsume Soseki sepertinya sedang menggambarkan dirinya
sendiri dalam sosok Botchan. Sikap keras kepala dan pendirian Botchan yang
teguh disebut-sebut sebagai gambaran dirinya sendiri.
Seperti
yang disebutkan dalam pengantar buku ini oleh Alan Turney, beberapa humornya
sudah ketinggalan zaman. Meskipun begitu, toh saya seringkali terbahak
ketika membaca ironi yang disampaikan Botchan. Buku ini juga sarat
dengan kutipan-kutipan yang dengan keras menampar pipi. Misalnya saja: “Kalau
kau bisa membeli kekaguman seseorang dengan uang, kekuasaan, atau logika, maka
lintah darat, polisi, dan profesor universitas akan memiliki lebih banyak
pengagum daripada siapapun. Manusia bergerak dari perasaan suka atau tidak
suka, bukan melulu logika.”
Botchan
hanya bercerita. Ia seperti menumpahkan semua kekesalannya, dengan kejujurannya
yang jenaka. Dan saya, telah dengan senang hati menyimaknya. :)
***
Sekilas
tentang Penulis
Natsume
Soseki lahir di Tokyo,
9 Februari 1867. Nama aslinya adalah Natsume Kinnosuke. Ia merupakan novelis
Jepang yang ahli Sastra Inggris sekaligus penulis esai. Namanya disejajarkan
dengan Mori Ogai, sastrawan besar Zaman Meiji.
Novel
Botchan merupakan salah satu karyanya yang paling terkenal pada tahun
1906. Sebelumnya, ia telah menulis Wahagai wa Neko de Aru (I am a
Cat) dan Kokoro, dan telah diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris.
Natsume Soseki meninggal pada tanggal 9 Desember 1916 akibat tukak lambung.
Sejak tahun 1984 hingga 2004, potretnya menjadi gambar di uang kertas pecahan
1.000 Yen.
--
Fisca Ran